Mengenal Sejarah Hari Pendidikan Nasional Serta Pelopor Pendidikan di Indonesia

Abdul Khoir

Hari Pendidikan Nasional selalu diperingati pada tanggal 2 Mei. Meski tidak diperingati seperti tanggal 17 Agustus, namun tanggal 2 Mei ini memiliki nilai sejarah di dunia pendidikan. Tanggal tersebut merupakan tanggal kelahiran dari bapak pendidikan nasional yakni Ki Hadjar Dewantara.

Awal mula diperingati Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei adalah karena perjuangan dari Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau biasa dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara. Ia lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta.

Ia mengenyam pendidikan di STOVIA, namun tidak dapat menyelesaikannya karena sakit. Ia sempat bekerja menjadi seorang wartawan di beberapa media surat kabar, seperti De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda.

Ia dikenal karena berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu. Saat itu, hanya anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya saja yang dapat menempuh pendidikan.

Pada masa kolonialisme Belanda, Ki Hajar Dewantara beserta kawan seperjuangannya mendirikan sebuah organisasi Indische Partij yang menjadi tujuan untuk kemerdekaan Indonesia bersama Douwes Dekker dan dr. Cipto Mangunkusumo.

Dalam tulisan tangan Ki Hajar Dewantara dalam buku berjudul Als Ik een Nederlander was (Seandainya saya adalah orang Belanda) ia mengkritik pemerintah Hindia Belanda dan menentang kebijakan pendidikan pada masa itu sehingga membuatnya diasingkan ke Belanda.

Saat pulang ke tanah air pada 1918, Ki Hajar Dewantara menuangkan perhatiannya ke bidang pendidikan di Indonesia. Ia pun membangun sebuah lembaga pendidikan yang dinamai Taman Siswa pada 3 Juli 1922.

Taman Siswa merupakan sekolah yang terlahir dari gagasan Ki Hajar Dewantara bersama teman-temannya di Yogyakarta. Sekolah ini didirikan sebagai bentuk perjuangan terhadap penjajahan melalui jalur pendidikan dan kebudayaan. Tujuan dari sekolah ini yaitu untuk kemerdekaan Indonesia yang terwujud pada tahun 1945.

Ki Hadjar Dewantara pun dijadikan Menteri Pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, tut wuri handayani ("di belakang memberi dorongan"), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia.

Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Arti dari semboyan tersebut adalah: Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan).

Ia wafat pada tanggal 26 April 1959. Untuk menghormati jasa-jasanya terhadap dunia pendidikan Indonesia, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal kelahirannya sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Editor: Abdul Khoir

artikel terbaru