Apa Itu Penyakit Stiff-Person Syndrome? Ini Penjelasannya

Abdul Khoir

Pada Desember tahun lalu, Penyanyi Celine Dion mengunggah video menangisnya di akun Instagram pribadinya dan mengatakan bahwa dirinya baru saja didiagnosis menderita stiff-person syndrome.

Hingga kini, penyebab pasti stiff person syndrome masih terus diteliti.  Namun, sebagian besar ahli menduga kalau penyakit saraf tersebut disebabkan oleh gangguan autoimun. Kondisi ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh yang seharusnya melawan benda asing (bakteri dan virus) malah merusak sel-sel yang sehat. 

Apa Penyebabnya?

Melansir dari Yale Medicine, sindrom langka ini terjadi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang protein yang disebut dekarboksilase asam glutamat (GAD). Protein tersebut membuat zat yang disebut asam gamma-aminobutirat (GABA). Nah, GABA ini mengatur gerakan saraf dengan mengurangi aktivitas saraf. 

Ketika jumlah GABA semakin rendah, saraf-saraf tersebut akan selalu aktif. Kemungkinan, kondisi tersebut yang menyebabkan kejang otot pada pengidap stiff person syndrome. Pasalnya, lebih dari 60 persen pengidap sindrom ini memiliki sel anti-GAD dalam darah dan cairan serebrospinal (cairan yang mengelilingi otak). 

Selain rendahnya jumlah GABA, sebagian besar pengidap stiff person syndrome juga mengidap penyakit autoimun lainnya, seperti diabetes tipe 1, vitiligo dan anemia pernisiosa. Kondisi ini juga rentan menyasar pengidap kanker. Meski begitu, seluruh dugaan tersebut masih terus diteliti. 

Gejala Stiff Person Syndrome

Dilansir alodokter.com, gejala utama stiff person syndrome adalah otot-otot tubuh menjadi kaku. Mulanya, kekakuan otot akan terasa hilang timbul dan terjadi pada area tertentu, seperti pada bagian perut, dada, panggul, atau punggung, dan terjadi secara hilang timbul. Lambat laun, kekakuan otot akan semakin terasa dan menyebar ke beberapa bagian tubuh, termasuk tungkai, lengan, dan wajah.

Saat kekakuan otot sudah terasa berat, beberapa penderitanya bisa mengalami kelainan lengkungan tulang belakang, seperti kifosis  atau hiperlordosis. Bahkan, bila kondisi ini sudah parah, penderitanya bisa sulit bergerak bahkan tidak mampu berjalan.

Otot tubuh yang kaku sering kali terjadi bersamaan dengan kejang otot. Biasanya, munculnya keluhan ini dipicu oleh suara keras, sentuhan, paparan suhu dingin, atau stres. Kejang yang disertai dengan kekakuan otot bisa berlangsung selama beberapa detik, menit, hingga berjam-jam.

Kalau sudah parah, kejang otot bisa membuat penderita SPS kehilangan kendali atas gerakan tubuhnya. Selain itu, penderita SPS juga lebih rentan mengalami gejala kecemasan dan depresi.

Cara Mendiagnosis Stiff Person Syndrome

Tidak mudah untuk mendiagnosis stiff person syndrome. Dokter perlu mencari gejala khas sindrom ini dan melakukan pemeriksaan secara komprehensif. Pada umumnya, dokter melakukan pemeriksaan tambahan, seperti tes darah dan analisis cairan tulang belakang untuk membantu proses diagnosis. Tes tambahan tersebut bisa membantu dokter untuk mencari tingkatan kadar antibodi GAD.

Selain tes-tes di atas, pemeriksaan elektromiografi juga bisa dilakukan untuk mempelajari aktivitas listrik otot rangka. Lewat pemeriksaan tersebut, dokter mengidentifikasi gerakan abnormal yang umumnya dialami oleh pengidap sindrom ini. 

Bisakah Diobati?

Sayangnya, hingga kini belum ditemukan obat untuk stiff person syndrome. Namun, dokter meresepkan sejumlah obat-obatan untuk meredakan gejalanya. Misalnya, obat penenang, pelemas otot, dan steroid. Imunoglobulin intravena dan plasmaferesis adalah imunoterapi yang kerap diresepkan untuk mengelola gangguan autoimun.

Editor: Abdul Khoir

artikel terbaru