Nuryanto : Hari Raya Idul Adha Momen Kedekatan Dengan Tuhan dan Juga Sesama

Cristian Greitfal Malok

Hari Raya Idul Adha merupakan hari penting bagi umat muslim di seluruh dunia, selain itu hari raya idul adha juga mengajarkan berbagai makna yang indah bagi umat islam. selaras dengan  Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam Nuryanto S.H., M.H. Politisi PDI Perjuangan yang menegaskan bahwa momen Idul Adha juga mengedukasi umat Islam untuk memiliki kesatupaduan berkurban dengan prinsip kedekatan vertikal kepada Tuhan, sekaligus kedekatan horizontal dengan sesama.

Melalui misi suci yang diteladankan Nabi Ibrahim, yang diperintahkan Allah menyembelih putra tercinta, Ismail, dalam beberapa kali mimpinya. Sang ayah pun berdialog dari hati ke hati dengan putranya. Namun keputusan besar dari Ismail justru mengukuhkan keyakinan ayahnya.

Dengan banyaknya godaan setan yang demikian kuat itu tidak menggugurkan ketauhidan seorang hamba kepada tuhannya. Pada akhirnya, Allah melihat keikhlasan Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah, kemudian mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba.

Ujian iman ini pun dimenangi oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dengan sukses menjadi hamba yang taat, tabah, dan takwa dalam menjalankan perintah Allah.

“Keteladanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim juga dinilai sebagai bentuk edukasi humanis,” tegasnya.

Pria yang akrab disapa Cak Nur ini juga mengatakan bahwa Esensi Ibadah Qurban sesungguhnya, tambahnya, bukanlah terletak pada daging bintang yang disembelih, melainkan terpancar nilainya berdasarkan motivasi yang melatar belakangi mengapa seseorang itu berkurban.

Setidaknya ada tiga catatan penting dari esensi Ibadah Qurban yang dimaksudnya. Yakni menyangkut Ketaqwaan dan keimanan, Sosial antar umat manusia serta peningkatan kualitas diri.

Pertama, Keimanan dan Ketaqwaan lahir dari sebuah keyakinan. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail adalah suatu kisah yang pernah terjadi dan itulah yang mendasari terjadinya Ibadah Kurban.

Meskipun tidak mengalami secara langsung, namun sebagai hamba-Nya dan dengan keimanan yang dimiliki harus yakin bahwa kisah itu betul-betul terjadi dan terkandung perintah dari Allah SWT kepada kita untuk melaksanakan ibadah Kurban.

“Keimanan yang didasarkan kepada keyakinan akan menimbulkan sikap kepatuhan seorang hamba yang selanjutnya akan termanifestasi dalam bentuk ketaatan, keikhlasan, dan ketulusan,” tegasnya.

Kedua, Sosial antar umat manusia. Yang berarti bahwa dalam momen ini, melatih rasa pengorbanan dengan cara menyisihkan sebagian harta yang dimiliki untuk membeli binatang ternak, dijadikan sebagai Kurban, dan diberikan kepada yang lebih membutuhkan.

“Harta kita, mungkin, adalah salah satu “berhala” dalam kehidupan kita yang terkadang terasa berat untuk dikeluarkan. Kita tidak sadar bahwa semua harta yang kita miliki itu asalnya dari Allah SWT dan Dia dengan mudahnya dapat mengambil itu semua bahkan hanya dalam hitungan detik. Untuk itu, dengan berbagi setidaknya bisa menumbuhkembangkan rasa sosial kita terhadap sesama. Khususnya masyarakat ya membutuhkan,” tegasnya.


Ketiga, peningkatan kualitas diri. Dengan menyisihkan harta maka akan di dapati keberkahan. Satu hal yang harus selalu diingat bahwa di dalam harta kita ada hak-hak orang lain yang membutuhkan (fakir miskin, anak yatim, anak jalanan, dan sebagainya). Seharusnya kita bersyukur bahwa Allah menjadikan kita sebagai perantara-Nya untuk membantu orang-orang yang kurang mampu tersebut.

Keberkahan bisa datang dengan berbagai bentuk. Baik itu yang terlihat (harta kita bertambah) atau pun yang tidak terlihat oleh kasat mata. Jadi kalau uang kita tidak bertambah jangan khawatir. Karena, mungkin saja Allah menggantinya di tempat lain yang terkadang kita tidak sadar.

“Seperti diberikan kebahagiaan dan ketentraman dalam hidup. Atau mungkin keluarga kita diberikan kesehatan dan panjang umur. Atau mungkin kita diselamatkan oleh Allah dari bencana. Atau mungkin usaha-usaha dan pekerjaan kita diberikan kelancaran, dan berbagai macam bentuk keberkahan lainnya,” tegasnya.

“Akhirul kalam, Selamat Hari Raya Idul Adha bagi seluruh umat Muslim. Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Mohon maaf atas segala kesalahan,” tutupnya. (omk)


Melalui misi suci yang diteladankan Nabi Ibrahim, yang diperintahkan Allah menyembelih putra tercinta, Ismail, dalam beberapa kali mimpinya. Sang ayah pun berdialog dari hati ke hati dengan putranya. Namun keputusan besar dari Ismail justru mengukuhkan keyakinan ayahnya.

Dengan banyaknya godaan setan yang demikian kuat itu tidak menggugurkan ketauhidan seorang hamba kepada tuhannya. Pada akhirnya, Allah melihat keikhlasan Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah, kemudian mengganti Nabi Ismail dengan seekor domba.

Ujian iman ini pun dimenangi oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail dengan sukses menjadi hamba yang taat, tabah, dan takwa dalam menjalankan perintah Allah.

“Keteladanan yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim juga dinilai sebagai bentuk edukasi humanis,” tegasnya.

Pria yang akrab disapa Cak Nur ini juga mengatakan bahwa Esensi Ibadah Qurban sesungguhnya, tambahnya, bukanlah terletak pada daging bintang yang disembelih, melainkan terpancar nilainya berdasarkan motivasi yang melatar belakangi mengapa seseorang itu berkurban.

Setidaknya ada tiga catatan penting dari esensi Ibadah Qurban yang dimaksudnya. Yakni menyangkut Ketaqwaan dan keimanan, Sosial antar umat manusia serta peningkatan kualitas diri.

Pertama, Keimanan dan Ketaqwaan lahir dari sebuah keyakinan. Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail adalah suatu kisah yang pernah terjadi dan itulah yang mendasari terjadinya Ibadah Kurban.

Meskipun tidak mengalami secara langsung, namun sebagai hamba-Nya dan dengan keimanan yang dimiliki harus yakin bahwa kisah itu betul-betul terjadi dan terkandung perintah dari Allah SWT kepada kita untuk melaksanakan ibadah Kurban.

“Keimanan yang didasarkan kepada keyakinan akan menimbulkan sikap kepatuhan seorang hamba yang selanjutnya akan termanifestasi dalam bentuk ketaatan, keikhlasan, dan ketulusan,” tegasnya.

Kedua, Sosial antar umat manusia. Yang berarti bahwa dalam momen ini, melatih rasa pengorbanan dengan cara menyisihkan sebagian harta yang dimiliki untuk membeli binatang ternak, dijadikan sebagai Kurban, dan diberikan kepada yang lebih membutuhkan.

“Harta kita, mungkin, adalah salah satu “berhala” dalam kehidupan kita yang terkadang terasa berat untuk dikeluarkan. Kita tidak sadar bahwa semua harta yang kita miliki itu asalnya dari Allah SWT dan Dia dengan mudahnya dapat mengambil itu semua bahkan hanya dalam hitungan detik. Untuk itu, dengan berbagi setidaknya bisa menumbuhkembangkan rasa sosial kita terhadap sesama. Khususnya masyarakat ya membutuhkan,” tegasnya.

Ketiga, peningkatan kualitas diri. Dengan menyisihkan harta maka akan di dapati keberkahan. Satu hal yang harus selalu diingat bahwa di dalam harta kita ada hak-hak orang lain yang membutuhkan (fakir miskin, anak yatim, anak jalanan, dan sebagainya). Seharusnya kita bersyukur bahwa Allah menjadikan kita sebagai perantara-Nya untuk membantu orang-orang yang kurang mampu tersebut.

Keberkahan bisa datang dengan berbagai bentuk. Baik itu yang terlihat (harta kita bertambah) atau pun yang tidak terlihat oleh kasat mata. Jadi kalau uang kita tidak bertambah jangan khawatir. Karena, mungkin saja Allah menggantinya di tempat lain yang terkadang kita tidak sadar.

Editor: Ali M. Abidi

artikel terbaru