Dialog RRI Tentang Toleransi di Tengah Kemajemukan, Terungkap Provinsi Kepri Paling Rukun se-Indonesia

Gethya Nabilla

Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Kepulauan Riau Mahbub Daryanto bersama Sekretaris FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Provinsi Kepri Utha Chuandra menjadi narasumber dialog Pro I RRI Tanjungpinang.

Dialog yang juga mengundang narasumber dari JPRMI (Jaringan Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia) Provinsi Kepri Afrizal Kaharuddin tersebut mengangkat tema Toleransi di Tengah Kemajemukan.

Mengawali dialog, host RRI Aryo Wishnu menggulirkan sebuah opini umum bahwa kemajemukan sering dianggap ancaman toleransi gotong royong. Menanggapi hal ini, Kakanwil Mahbub Daryanto mengatakan bahwa negara Indonesia secara kebangsaan dan keagamaan memang tersusun dari masyarakat yang religius dan majemuk, namun kedua hal ini dilindungi oleh konstitusi.

“Masyarakat kita religius dan majemuk, meski bukan negara agama tetapi masyarakat Indonesia lekat dengan kehidupan beragama, dan kehidupan beragama ini dilindungi oleh konstitusi agar dapat seimbang antara hak beragama dan kebangsaan,” kata Mahbub pada dialog pagi berdurasi 1 jam itu.

Dikatakannya, ada 4 pilar kebangsaan yang harus dijaga untuk mewujudkan kehidupan berbangsa yang rukun antara lain Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Pancasila sebagai dasar negara mengakomodir segala kepentingan bangsa dan negara.

“4 pilar ini harus dijaga dan dirawat, meski berbeda suku dan agama komitmen kebangsaan jangan diganggu. Ada Pancasila dan Undang-Undang sebagai bentuk negara melindungi umat beragama sehingga masyarakat bisa menjalankan aktivitas di tengah kemajemukannya, untuk itu jangan ada lagi yang mempersoalkan dasar-dasar negara,” tuturnya.

Meski bukan negara agama, Mahbub menegaskan tidak ada syariat agama yang terhalang di Indonesia. Jaminan hak menjalankan syariat agama itulah yang menjadi tugas Kementerian Agama, dengan mencanangkan program prioritas moderasi beragama.

“Moderasi beragama adalah cara pandang kita yang berada di tengah-tengah menghadapi keberagaman ini. Maka dari itu kami (Kemenag) terus menggelorakan moderasi beragama agar terwujud keharmonisan bangsa menuju bangsa yang damai, unggul, dan maju,” ungkapnya.

Mahbub juga menyoroti media sosial yang tidak memiliki saringan informasi antara yang benar dan salah. Oleh karena itu, menurutnya penting menguatkan pengetahuan agama, salah satunya bisa dengan memanfaatkan layanan konsultasi Pusaka super apps dan saluran komunikasi publik PTSP Kanwil Kemenag Kepri.

Tema pembahasan ini sesuai momentum, mengingat baru saja dirilis daftar peringkat indeks kerukunan umat beragama tahun 2022 seluruh provinsi se-Indonesia. Dari rilis tersebut, Provinsi Kepulauan Riau menempati urutan pertama nasional dengan angka 85:78%.

Hal tersebut disampaikan oleh Utha Chuandra mewakili FKUB Kepri. “Tidak ada nilai (indeks KUB) setinggi ini sejak dilakukan survei pada tahun 2017,” ucap Utha.

Menurut Utha, sudah sangat tepat dan cocok jika Kepri dinilai sebagai provinsi yang rukun karena sesuai dengan faktor sejarah dan kebiasaan-kebiasaan yang ada di Kepri.

“Kalo dilirik dari jaman kerajaan, tingkat kerukunan di sini sudah mulai hidup pada abad 18. Kita sudah hidup berdampingan dengan etnis Tionghoa, Bugis, dan Minang, Kita menerima kehadirannya dengan terbuka,” sahutnya.

Terkait upaya FKUB dalam menjaga kerukunan umat beragamadi Provinsi Kepri, Utha menyampaikan FKUB sudah melakukan beberapa upaya, pertama dengan mengadakan Konfernas FKUB pada tahun 2022 di Kepri, hal ini tentunya dilandasi atas kepercayaan nasional dan dunia bahwa Kepri melambangkan jargon kerukunan.

“Selain itu juga sudah terbentuk pola menghargai kearifan lokal, sehingga mudah kita mempolarisasi untuk menanamkan moderasi beragama. FKUB juga melakukan penyadaran kepada masyarakat dengan mengadakan dialog setiap bulannya,” terangnya.

Untuk mempertahankan kondisi rukun ini, Utha mengutarakan bisa dilakukan dengan menggerakan cara berpikir masyarakat agar moderat. “Bagaimana membudayakan cara pandang terhadap sesuatu agar terjadi mutual understanding, istilahnya memanusiakan manusia, jika kita tidak mau disakiti berarti kita tidak menyakiti orang lain,” tegasnya.

Di sisi lain, narasumber Afrizal Kaharuddin selaku Ketua JPRMI Kepri mengakui kerukunan di Provinsi Kepri. Bahkan di kalangan pemuda dan remaja konflik tentang intoleransi agama tidak ada, konflik yang sering terjadi adalah seputar pergaulan bebas dan kenakalan remaja.

Namun bukan berarti internalisasi moderasi beragama di kalangan generasi muda tidak perlu dikuatkan. Afrizal mengungkapkan keinginannya perihal adanya program/kegiatan teknis yang mempertemukan generasi muda berbagai agama, sehingga pemahaman moderasi beragama tidak sebatas teori, tetapi juga ada wadah untuk mengimplementasikannya.

“Generasi emas jangan dilupakan, jangan terpinggirkan, semua berawal dari anak muda, libatkan anak-anak muda. Diharapkan ada undangan untuk diskusi untuk anak remaja, mereka butuh masukan, nasihat, dan program-program kegiatan yang mendukung agar masjid-masjid yang hilang dari generasi muda bisa dibangkitkan,” serunya.

Editor: Abdul Khoir

artikel terbaru